Sumpit Senjata Khas Kalimantan
Sumpit (dalam bahasa Kalimantan Tengah yaitu sipet) bagi masyarakat dayak pasti benda yang satu ini tidak asing lagi. Kenapa saya mengatakan demikian karena sumpit begitu familiar dengan telinga masyarakat sana. Sumpit mungkin menurut kebanyakan orang Indonesia yang belum tahu bentuknya seperti apa, mungkin ada yang mengira seperti yang ada di rumah-rumah makan atau yang ada di warung-warung yang berfungsi untuk makan mie, ataupun seperti yang ada di film-film serta biasanya orang Cina, Jepang yang banyak menggunakan sumpit untuk makan.Tetapi yang satu ini sangat berbeda dengan dugaan yang di maksudkan seperti diatas. Sumpit di sini sebagai senjata khas Kalimantan yang digunakan untuk berburu binatang pada zaman dulunya. Fungsi tersebut apabila kita lihat secara tradisionalnya. Sekarang fungsi sumpit bukan lagi untuk...
berburu atau untuk berperang melainkan diperlombakan pada olahraga-olahraga daerah. Menjadi nomor olahraga yang diperhitungkan pada setiap pertandingan yang selenggarakan di daerah. Olahraga sumpit tidak jauh berbeda dengan olahraga yang lainnya seperti olahraga tembak atau olahraga panah. Biasanya untuk sasarannya dibuat lingkaran dari karton atau kertas. Peserta lomba berlomba-lomba untuk mengenai lingkaran yang telah dibuat dengan jarak yang telah ditentukan oleh panitia lomba. Dalam tulisan ini saya tidak membahas mengenai olahraganya tetapi mengenai sumpitnya sesuai dengan pengetahuan yang saya ketahui tentang sumpit.
Sumpit dilengkapi dengan anak sumpit dengan bentuk bulat kira-kira diameternya kurang dari 1 cm. Anak sumpit (damek) dapat terbuat dari bambu yang salah satu ujungnya berbentuk seperti kerucut yang terbuat dari kayu yang massanya ringan (dari kayu pelawi). Ini berfungsi supaya anak sumpit dapat melesat dengan lurus atau sebagai penyeimbang saat lepas dari buluh. Sedangkan ujung yang lain runcing dan biasanya diberi racun yang sangat mematikan binatang buruan. Racun terbuat dari getah tumbuh-tumbuhan hutan dan sampai saat ini masih belum ada penawar racunnya. Anehnya walaupun beracun, binatang buruan aman untuk dikonsumsi. Logikanya bahwa binatang buruan tersebut dibunuh dengan mengandalkan racun dari anak sumpit. Apabila daging buruan dikonsumsi berarti sipemburu mengkonsumsi racun yang terdapat pada daging binatang tersebut tetapi hal tersebut tidak menjadi suatu masalah bagi pemburu dan sampai saat ini aman-aman saja. Mengenai hal ini saya juga kurang mengerti mengapa hal tersebut demikian. Sumpit digunakan dengan cara ditiup. Kuat tidaknya napas penyumpit akan menentukan sejauh mana jarak anak sumpit dapat melesat ke sasarannya.
Sumpit berbentuk bulat yang panjangnya kira-kira antara 1,5 meter sampai dengan 2 meter dengan diameternya ± 3 cm. Bagian tengah dilubangi untuk memasukkan anak sumpit (damek). Kayu yang dipilih biasanya kayu-kayu keras seperti kayu ulin (kayu besi). Salah satu ujung sumpit (sebagai moncong) biasanya diberi mata tombak dan besi pembidik yang posisi keduanya saling bersebrangan. Mata tombak terbuat dari besi yang panjangnya sekitar 15 cm yang direkatkan dengan simpai yang terbuat dari rotan. Asumsi saya bahwa apabila binatang buruan (burung, babi hutan, kancil, kijang, dll) masih hidup tetapi tidak dapat bergerak dengan cepat maka dengan mata tombak ini untuk membunuhnya. Bagian pangkal sumpit biasanya lebih besar dan pada bagian inilah anak sumpit dimasukkan lalu ditiup. Antara Buluh sumpit dan anak sumpit memiliki ketergantungan yang tinggi (saling mendukung). Walaupun buluhnya bagus tetapi anak sumpit dibuat sembarangan maka hasilnya juga kurang memuaskan serta sebaliknya. Artinya kedua saling beperan penting dalam ketepatan mengenai sasaran/mangsa walaupun juga napas penyumpit serta kemahiran juga sangat berperan penting disini.
Anak sumpit biasanya disimpan pada tempat khusus yang berbentuk tabung. Namanya dikenal dengan teleb. Teleb terbuat dari bambu yang panjangnya kira-kira 40-50 cm. Untuk teleb tidak diambil sembarangan bambu. Disini dipilih bambu yang dimensi dalamnya tipis. Biasanya bambu tamiyang. Untuk diameter teleb tergantung selera masing-masing. Teleb juga dilengkapi dengan tutup. Tutup dapat terbuat dari kayu, biasanya penyumpit memilih kayu pelawi karena kayu ini memiliki massa yang sangat ringan bila dibandingkan besar dimensinya. Teleb biasanya digantung pada punggung penyumpit dengan bantuan simpai yang terbuat dari anyaman rotan, tali atau dari kulit kayu.
Cara pembuatan sumpit yaitu pertama-tama balok kayu ulin yang berukuran ± 10 x 10 cm dengan ukuran panjang yang telah ditentukan digantung secara vertikal pada tempat pembuatannya. Kemudian dari bagian bawah balok dibor menuju keatas hal ini biasanya untuk mendapatkan hasil pengeboran yang lurus. Lalu lubang hasil pengeboraan dibersihkan sampai halus sehingga anak sumpit dapat meluncur dengan mulus. Setelah selesai dibor, balok yang sudah berlubang halus selanjutnya diraut atau dibubut sampai berbentuk bulat lurus sehingga didapat buluh yang sesuai dengan keinginan pembuatnya. Dalam proses pengerjaanya harus dilakukan secara hati-hati dan dengan cermat agar mendapatkan hasil yang terbaik. Kemudian buluh dihaluskan dengan ampelas atau pada zaman dulunya menggunakan daun kayu tertentu yang dapat digunakan untuk menghaluskan. Berfungsi sebagai ampelas. Setelah selesai barulah semua aksesories sumpit dipasang seperti mata tombak dan besi pembidik dipasang.
Bagi anda para pembaca yang tertarik dan ingin memiliki sebuah sumpit khas Kalimantan dapat menghubungi saya melalui nomor kontak yang ada. Juga dapat mengirimkan email ke alamat email saya. Mengenai harga tergantung dari panjang pendeknya sumpit. Semakin panjang maka harga yang ditawarkan juga akan semakin mahal. Masalah harga dapat nego dikemudian hari. Apabila penasaran cepat dapatkan sumpit yang sesuai dengan pilihan anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar