Masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, memiliki legenda yang eksotis dalam budaya tuturnya, yakni sesosok mahluk mitologi yang mereka kenal dengan nama Kek Catok. Sesosok mahluk yang mereka kenal sebagai harimau dahan, yang senantiasa mengeluarkan bunyi ‘kung kung kung’, sayup sayup nan menggetarkan hati. Mereka menganggap sosok Kek Catok sebagai mahluk penjaga hutan, karena mampu mengendalikan kerakusan manusia yang ingin merusak dan mengambil kekayaan hutan seenaknya. Itu sebabnya, masyarakat Suku Dayak Simpakng senantiasa mengelola hutan secara lestari, mempertahankan tradisi berladang, dan menolak perkebunan monokultur yang merusak alam.

“Selain Kek Catok, kami juga menyebutnya togukng, macatn daan, serta remaong. Wujudnya benar-benar berupa satwa, tetapi memiliki nilai mistik melalui suaranya. Jika bersuara, isyarat akan terjadi sesuatu, pada umumnya ke arah yang buruk,” tutur Beleng, yang oleh Komunitas Dayak Simpakng di Kota Pontianak diberi kepercayaan sebagai tamongokng atau semacam kepala adat.

Berdasarkan cerita legenda sosok kek catok ini memiliki hubungan asmara dengan seorang manusia, dan diyakini hingga sekarang darahnya mengalir di beberapa anggota masyarakat Suku Dayak Simpakng. Adoria Nitty (47), petinggi adat Banua Simpakng, yang kesehariannya mendapat mandat sebagai tetua adat di Desa Banjur Karab, Kecamatan Simpang Dua, menuturkan, siapa yang punya susur galur dengan togukng bisa memanggil dia melalui beberapa ritual.

Yakni membakar bulu ayam putih, dengan sesaji berupa daging, hati, dan darah ayam putih, ujung kaki, ujung paruh, dan ujung jengger, serba sedikit dalam kondisi matang dengan dipanggang. Sambil membakar bulu ayam, mantera dirapalkan.
Adapun sosok togukng memiliki keanehan di tubuhnya yakni guratan menyerupai gambar pedang, senapan lantak, parang, dan atribut masyarakat Dayak lainnya. Pada saat tertentu, bisa juga makhluk ini menyerupai kelempiau (ada yang menyebutnya sejenis kera ataupun macan) belang hitam-putih. Togukng yang bisa menyerupai satwa kelempiau ini dibenarkan Adoria Nitty (47), petinggi adat Banua Simpakng, yang kesehariannya mendapat mandat sebagai tetua adat di Desa Banjur Karab, Kecamatan Simpang Dua. Sebagai hewan mistis setengah hantu, makhluk ini bisa berubah bentuk. Mulanya remaong, sejenis kucing hutan yang besar.

Menurut Nitty, togukng punya gaya terbang yang unik. Ia selalu hinggap dengan posisi melintangi batang pohon, bukan membujur seperti layaknya hewan hutan lainnya, seperti memeluk pohon dengan gaya melintang.

Sosok mahluk mitos ini tidak sesakti yang dipikirkan, karena ia pun memiliki kelengahan dan kesialan yang mampu menimpanya. Beleng menilai, naas bisa saja menimpa togukng, yakni dalam bahasa lokal disebut ‘kempunan’. Kempunan berarti suatu malapetaka yang sewaktu-waktu bisa menimpa, tanpa bisa diprediksi. Biasanya kempunan terjadi jika kita tidak menyentuh makanan yang ditawarkan seseorang, sebelum kita bepergian. Makanya dalam tradisi masyarakat Dayak, jika saat hendak bepergian tiba-tiba ditawarkan makanan, haruslah diterima, minimal disentuh atau disebut pusak.